Ada kekeliruan yang masih tersebar di masyarakat mengenai pemaknaan idul fitri, kekeliruan itu dikhawatirkan berimbas pada ‘amalan yang kontra produktif dengan spirit idul fitri itu sendiri. Adapun makna iedul fithri yang tepat ialah sebagaimana disebutkan dalam lisanul ‘arab
سمي العِيدُ عيداً لأَنه يعود كل سنة بِفَرَحٍ مُجَدَّد
“Hari raya dinamakan ied karena berulang setiap tahun dengan kegembiraan yang baru”. (Lisan Al-Arab, 3/315).
الصَّوْمُ يَوْمَ تَصُومُونَ، وَالفِطْرُ يَوْمَ تُفْطِرُونَ
“Hari mulai berpuasa (tanggal 1 ramadhan) adalah hari di mana kalian semua berpuasa. Hari berbuka (hari raya iedul fithri, 1 syawal) adalah hari di mana kalian semua berbuka (tidak lagi melaksanakan shaum ramadan).” (HR. Turmudzi, Abu Daud).
Artinya, idul fitri secara bahasa bermakna kembali pada suasana berbuka (dibolehkan makan, minum dan berhubungan suami isteri di siang hari), adapun semangatnya mesti tetap terjaga seperti ketika bulan ramadan. Bukan bermakna bebas melakukan apapun.
Tetapi, meskipun ramadan telah selesai, segala perkara yang tadinya akan merusak nilai shaum harus tetap kita hindari, seperti berbuat sia-sia, menjaga lisan, hati dan pandangan serta makan (berlebihan) dan sebagainya. Kemudian, perkara baik yang kita lakukan ketika ramadhan harus tetap dijaga dan dirawat terus, seperti semangat berinfak, memberi makan orang lain, tilawah al-qur’an, shaum (sunnah) dan melaksanakan tahajud (sebagai pengganti taraweh ketika ramadan).
Apabila Bulan Ramadhan Pergi Meninggalkan Kita
Adapun masyarakat yang memahami bahwa idul fitri adalah momentum dimana semua umat islam akan kembali suci dari dosa-dosa, mereka diampuni atas dosa sebesar apapun yang telah diperbuat sebelumnya dan memulai lembaran baru seperti bayi baru dilahirkan, itu sangat keliru! Sebab dosa tetaplah dosa yang mesti ditaubati dan “ditutupi” dengan amal sholeh. Jika tidak, maka dosa dan kesalahan itu tetaplah akan mengundang adzab Allah swt. Sebagaimana mestinya. Bila idul fitri dimaknai sebagai do’a dan harapan sucinya dari dosa-dosa seperti “bayi baru lahir”, tentu boleh saja, tapi itu hanya sebagai harapan dan do’a dari ibadah-ibadah ramadan kita selama sebulan penuh. Namun, tentu tidak semua orang percaya diri (PeDe) akan mendapatkannya, hanya orang-orang tertentu saja yang telah optimal melakukan amal sholeh dan menghindari maksiat, serta senantiasa memohon ampunan Allah swt. ketika bulan ramadan.
Penulis : Ust. Aldi Rifki Maulana, S.Ag.